Cinta memang sebuah perasaan yang universal, akan tetapi sulit untuk bisa menjabarkan pengertiannya atau pun mendefinisikannya. Kita hanya mengetahui sedikit unsur yang membangun perasaan cinta. Dan sepertinya, bila ada yang hendak meneliti tentang biologi cinta, upayanya tidak dianggap serius. Padahal melalui biologi, kita dapat melakukan pendekatan terhadap cinta dan melihat bagian-bagian cinta yang tidak mungkin kita lihat sewaktu sedang jatuh cinta.
Natalie Angier, dalam bukunya, Woman an Intimate Geography, mencoba untuk membahas mengapa kita membutuhkan cinta. Menurutnya, yang paling mendasar adalah karena manusia harus mencintai. Karena kita melakukan hubungan seksual berlandaskan cinta untuk memperoleh keturunan.
Selanjutnya dikatakan olehnya bahwa manusia mencintai karena membutuhkan perlindungan dan pengakuan. Tak hanya itu, ternyata menurut analisis, kita mencintai pun untuk mengusir kebosanan. Jadi jelas bahwa kita memang mempunyai alasan untuk mencintai, namun ternyata untuk memahami cinta kita tidak boleh mengesampingkan agresi karena jalur cinta dan agresi, menurutnya saling berkaitan dan kadang tumpang tindih.
Kita juga mencintai karena kita menyukai perasaan melayang yang ditimbulkan oleh cinta. Kita bahkan menyukai agresi dan rasa sakit yang ditimbulkan cinta, sekalipun kita tidak mengakuinya. Oxytocin telah disebut-sebut sebagai hormon cinta.
Menurut Kerstin Uvnas M., dari Karolinsska Institute di Swedia, oxytocin tak hanya melancarkan aliran darah ke payudara tetapi juga membuat payudara hangat, sehinga bayinya akan merasakan kehangatan ibunya. Bukankah transfer perasaan kehangatan ini penting untuk menunjukkan cinta? Sentuhan juga menyalurkan kehangatan. Maka tak heran bila untuk memperlihatkan rasa cinta, kita membutuhkan sentuhan.
Tak hanya itu, dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh sejumlah psikolog, telah diketahu bahwa dalam mendefinisikan cinta:
Pria lebih mengutamakan seks dibanding wanita
Wanita lebih memilih hubungan yang mapan
Wanita secara alamiah tertarik pada pria berstatus sosial atas dengan penghasilan yang memadai
Pria secara alamiah tertarik pada kemudaan dan kecantikan
Dengan kata lain, pria mencari ciri-ciri usia muda, seperti kulit yang halus dan payudara berisi. Mereka pun menghendaki pasangan yang masih bisa membuahkan keturunan. Pria juga menghendaki keperawanan. Wanita yang menggoda dan sedikit liar disukai untuk sekedar melewatkan malam minggu. Tapi pada saat mencari pasangan, mereka mencari kesederhanaan dan keanggunan.
Wanita sebaliknya, dia mencari sosok ‘pemberi’. Wanita menginginkan pria yang mapan dan ambisius. Mereka ingin tahu apakah pria tersebut bisa menghidupi dirinya dan anak-anaknya. Wanita mengharapkan pria yang bisa memimpin, bahkan sedikit mendominasi. Memilih pria yang mapan sudah dilakukan wanita sejak dulu sampai sekarang, bahkan bagi wanita yang mandiri secara keuangan dan sukses dalam berkarir.
Bahkan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa pria dilahirkan sebagai petualang dan tidak bisa setia hanya pada seorang wanita. Petualangan Bill Clinton sering dijadikan contoh ketidaksetiaan seorang pria. Namun mereka pun kadang tersiksa oleh keinginan untuk setia namun tergoda oleh nafsu bertualang. Bagaimana menurut Anda? Masihkah ada cinta yang tanpa pamrih? Apakah wanita telah menuju ke era baru yang lebih bebas untuk mengambil langkah lebih dulu?
http://www.callrid.com